Padang [zonterkom] - Koordinator Badan Pekerja Komisi Untuk Orang Hilang Korban tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar, menilai Polri tidak perlu membentuk Detasemen Antianarki."Pembentukan institusional ini bukan jawaban atas upaya mencegah tindakan kekerasan massa, pasca peristiwa Cikeusik, Pandeglang," kata Haris Azhar, dalam keterangan di Padang, Minggu (6/3).
Kontras menilai, upaya untuk mencegah tindakan kekerasan massa mestinya dilakukan dengan cara mengevaluasi tindakan yang selama ini telah diambil, memperkuat satuan-satuan kerja dan wilayah.
Selain itu mengefektifkan fungsi intelijen internal serta melengkapi anggota Polri melalui pelatihan-pelatihan intensif dan penggunaan kekuatan yang proporsional untuk menghadapi massa yang melakukan tindakan kekerasan.
Lebih khusus, katanya, Polri semestinya memastikan penghukuman yang maksimal terhadap pelaku kekerasan sebagai upaya efektif untuk menciptakan efek penjeraan.
"Sebab dikhawatirkan pembentukan Detasemen Antianarkisme ini justru dapat digunakan untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap elemen-elemen masyarakat yang melakukan demonstrasi dan dituduh anarki, sehingga justru berpotensi melanggar HAM," katanya.
Faktanya, Polri selama ini selalu gamang melakukan tindakan hukum dan menggunakan kekuatan kepada pelaku kekerasan massa, sementara dengan mudahnya Polri melakukan penembakan atau menggunakan kekuatan berlebihan kepada aksi-aksi petani, nelayan, kaum miskin kota dan kelompok minoritas lainnya yang berjuang untuk mempertahankan hak mereka.
Di sisi lain, pembentukan Detasemen Antianarki ini dikhawatirkan justru akan tumpang tindih dengan unit kepolisian lainnya di tingkat Polsek, Polres dan Polda.
"selain itu tidak jelas pula sejauh mana koordinasi dengan unit kerja Perintis, Sabhara, Dalmas atau Brimob yang selama ini semestinya melakukan tindakan pencegahan tindakan kekerasan massa tersebut." katanya.(MICOM)
Artikel Terkait
