Tembilahan [zonterkini] - Belakangan ini banyak keluhan dari kapten perahu bermotor (kapal) akan tindakan aparat keamanan, terutama polisi Airud di perairan Kabupaten Indragiri Hilir. Mereka disinyalir sering meminta upeti kepada kapten perahu bermotor, dengan mencari berbagai kesalahan.
Padahal terkadang dalam melakukan perjalan, perahu bermotor tersebut sudah lengkap dokumen administrasi yang dibutuhkan. Barang-barang yang mereka bawa juga barang –barang legal seperti barang makanan yang dibeli dari Tembilahan untuk dijual lagi di kampung mereka. Ternyata itupun tidak luput dari harus membayar upeti yang jumlah berkisar Rp 10.000 - Rp 20.000.
“Pokoknya barang apa saja yang kita bawa, kalau sudah polisi Airud merapat ke perahu kita, mau tidak mau kita harus member setoran kepada mereka. Meski terkadang surat menyurat kita lengkap mereka tetap meminta. Kalau tidak kita kasih, mereka terkadang mengomel, meski perahu kita tidak ditahan,” ujar Udin salah seorang kapten perahu motor jurusan Kuala Enok yang kebetulan membawa matrial bangunan, kepada wartawan, akhir pekan kemaren.
Ia menambahkan, kalau kita lihat jumlahnya memang tidak seberapa. Tapi untuk sampai ke Kuala Enok, ada sekitar 5 pos pemeriksaan yang mesti dilewati. Jadi kalau ditotalkan jumlahnya mencapai Rp 100.000. Kalau setiap perjalan untuk keperluan seperti itu warga meski meyiapkan dana sebesar itu untuk setoran tentunya cukup memberatkan.
“Terkadang berapalah keuntungan dari barang-barang yang kami bawa, terutama barang kebutuhan pokok masyarakat. Apalagi jumlah dibawa tidak terlalu banyak, hanya untuk dijual sendiri,” tambah kapten tersebut.
Sementara itu kapten perahu bermotor lainnya yang kebetulan sering berlabuh di pelabuhan Lasdap yang biasa di sapa Abah juga mengeluhkan persoalan yang sama. Ia yang kebetulan membawa kebutuhan pokok ke bagian utara Inhil juga sering harus membayar upeti kepadaAirud. Padahal sebelum jalan, pihaknya sudah melapor terlebih dagulu ke kantor Bea dan Cukai
“Kalau memang mau meminta uang , kenapa hanya kami saja yang menggunakan perahu motor kecil saja. Masih banyak kapal-kapal besar yang berkemungkinan malah membawa barang ilegal itu malah tidak disentuh oleh Airud,” katanya.
Padahal kalau melihat UU Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan, seperti dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 dan angka 17 adalah wewenang Bea dan Cukai. Dalam pasal 1 angka dituliskan Kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintasbarang yang masuk atau keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.
Selanjutnya pada angka 4, Kantor pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Sedangkan pada angka 5, Pos pengawasan pabean adalah tempat yang digunakan oleh pejabat bea dan cukai untuk melakukan pengawasan terhadap lalu lintas barang impor dan ekspor.
Sementara itu UUNomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam fasal 2 Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Berangkat dari sana, bisa saja pihak kepolisian melakukan berbagai pemeriksaan kelengkapan dokumen perahu motor warga, jika memang ada indikasi tindakan pidana disana. Hanya saya yang jadi persoalan, kalau memang kelengkapan administrasi lengkap, dan tidak ada indikasi pelanggaran hukum, tentunya tidak ada alasan pihak kepolisian meminta uang kepada mereka. Apalagi sampai marah-marah kepada kapten kapal yang tidak mau memberikan uang. Kalau sampai itu dilakukan, pihak Kepolisian tentunya telah menyalahi aturan mereka sendiri bentuk perlindungan dan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. (**sp/ztc)
Artikel Terkait
