Jakarta [zonterkom] - Satuan Anti Anarki yang kembali dioptimalkan oleh Kepolisian diharapkan jangan cuma fokus pada tindakan represif. Satuan ini harus lebih mengedepankan jalur diplomasi. Jika tidak, yang muncul justru tindak kekerasan yang baru.
"Jika kekerasan dilawan dengan kekerasan, yang muncul justru kekerasan yang baru," terang anggota Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Johny Nelson Simanjuntak kepada detikcom, Jumat (4/3/2011).
Alumnus Fakultas Hukum UGM ini menjelaskan, satuan anti anarki harus tetap menghormati hak asasi manusia. Mulai dari hak kebebasan berpendapat, berekspresi, berorganisasi dan bergerak.
Satuan ini juga diminta supaya tetap meningkatkan kemampuan komunikasinya dengan para demonstran. Dibanding penanganan secara represif, pria kelahiran Sumatera Utara ini, meminta polisi menggunakan cara-cara yang lembut dalam menghadapi massa.
"Yang lebih dibutuhkan kemampuan persuasifnya," imbuh Johny.
Meski begitu, Johny mengapresiasi langkah Polri dengan membentuk satuan ini. Namun sekali lagi, Johny mewanti-wanti agar Polri jangan justru jadi terseret kasus pelanggaran HAM dengan adanya satuan ini.
Polri mengatakan, Detasemen ini dibentuk sebagai evaluasi atas insiden Cikeusik dan Temanggung. Polri mengaku tak ada pos anggaran baru dalam pembentukan satuan ini. Rencananya, Kapolri baru akan melaunching satuan ini pekan depan. (detikNews)
Artikel Terkait